Akad mudharabah adalah akad
kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan
kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan
kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si
pemilik dana kecuali disebabkan oleh pengelola dana.
Dalam mudharabah pembagian keuntungan harus dalam bentuk persentase/nisbah,
misalnya 70:30, yaitu 70% untuk pengelola dana dan 30% untuk pemilik dana.
Besarnya keuntungan yang diterima tergantung pada laba yang dihasilkan.
Agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari maka
akad/kontrak/perjanjian sebaiknya dituangkan secara tertulis dan dihadiri para
saksi. Dalam perjanjian harus mencakup berbagai aspek antara lain tujuan
mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan,
biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengembalian
modal, hal-hal yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan sebagainya.
Sehingga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan atau terjadi persengketaan
kedua belah pihak dapat merujuk pada kontrak yang telah disepakati
bersama.
Jenis Akad Mudharabah
Dalam PSAK mudharabah
diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu :
1. Mudharabah
Muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dananya memberikan kebebasan
kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut
juga investasi tidak terikat.
2. Mudharabah
Muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan
kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau objek
investasi atau sektor usaha. Mudharabah ini disebut juga investasi terikat.
3. Mudharabah
Musytarakah adalah mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau
dananya dalam kerja sama investasi
Sumber Hukum Akad
Mudharabah
1.
Al-Quran
“Apabila telah ditunaikan sholat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah SWT.” (QS 62: 10)
“….Maka, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya….” (QS 2:283)
2.
As-Sunah
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas didengar Rasulullah SAW, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani
dari Ibnu Abbas)
Rukun dan Ketentuan
Syariah Akad Mudharabah yaitu :
1.
Rukun Mudharabah ada empat yaitu :
a. Pelaku terdiri atas pemilik dana dan pengelola dana
b. Objek Mudharabah berupa modal dan kerja
c. Ijab Kabul/Serah terima
d. Nisbah Keuntungan
2.
Ketentuan syariah adalah sebagai berikut :
a. Pelaku
1) Pelaku harus cakap
hukum dan baligh.
2) Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan nonmuslim.
3) Pemilik
dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh
mengawasi.
b. Objek Mudharabah (Modal dan Kerja)
1) Modal
a) Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya
(dinilai sebesar nilai wajar) harus jelas jumlah dan jenisnya.
b) Modal harus tunai dan tidak utang.
c)
Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan.
d) Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabah-kan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas izin pemilik dana.
d) Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabah-kan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas izin pemilik dana.
e) Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain dan apabila terjadi
dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas izin
pemilik dana.
f) Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya
sendiri selama tidak dilarang secara syariah.
2) Kerja
a) Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan,
selling skill, management skill, dll
b) Kerja adalah hak pengelola dana dan
tidak boleh diintervensi oleh pemilik
dana.
c) Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan
syariah.
d) Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.
e)
Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima modal dan sudah
bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan
imbalan/ganti rugi/upah.
3) Ijab Kabul
Adalah
pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal,
tertulis, melalui korespondensi.
4) Nisbah Keuntungan
a) Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan
imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah atas
keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana
mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik
dana mendapat imbalan atas penyertaan
modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan
jelas oleh kedua belah pihak, inilah yang akan mencegah terjadinya
perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak
dijelaskan masing- masing porsi, maka
pembagiannya menjadi 50% dan 50%.
b) Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c) Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian
keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbun
riba.
Berakhirnya Akad
Mudharabah yaitu :
1. Dalam hal
mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah berakhir pada waktu yang telah
ditentukan
2. Salah satu pihak
memutuskan mengundurkan diri.
3. Salah satu pihak
meninggal dunia atau hilang akal.
4. Pengelola dana tidak
menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana
dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang mengemban amanah ia harus
beritikad baik dan hati-hati
5. Modal sudah tidak ada
Prinsip Pembagian Hasil Usaha
Dalam akad mudharabah digunakan istilah prinsip
bagi hasil seperti yang digunakan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998, karena
apabila usaha tersebut gagal kerugian tidak akan dibagi diantara pemilik dana
dan pengelola dana, tetapi harus ditanggung sendiri oleh pemilik dana.
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan
pengakuan penghasilan usaha mudharabah
dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi
penghasilan hasil usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui
pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
Contoh kasus perhitungan
pembagian hasil usaha :
Diketahui data :
Penjualan Rp
2.000.000
Harga Pokok Penjualan (HPP) (Rp 600.000)
Laba kotor Rp
1.400.000
Biaya-biaya (Rp 400.000)
Laba/rugi bersih Rp
1.000.000
Metode pembagian hasil usaha
:
Penyelesaian
1) Berdasarkan prinsip bagi laba
(profit sharing)
Misalkan nisbah pemilik dana (30%) : pengelola dana
(70%)
Pemilik dana = 30% x Rp 1.000.000 = Rp 300.000
Pengelola dana = 70% x Rp 1.000.000 = Rp 700.000
Dasar pembagian hasil usaha adalah laba bersih yaitu laba kotor
dikurangi beban/biaya yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.
2) Berdasarkan prinsip bagi
hasil
Misalkan nisbah pemilik dana (30%) : pengelola dana
(70%)
Pemilik dana = 30% x Rp
1.400.000 = Rp 420.000
Pengelola dana = 70% x Rp
1.400.000 = Rp 980.000
Dasar pembagian hasil usaha
adalah laba kotor bukan pendapatan usaha
Referensi
Buku :
Sri
Nurhayati dan Wasilah, 2011, Akuntansi Syariah di Indonesia, Penerbit Salemba
Empat,Jakarta.
Ascarya
(2006). Akad & Produk Bank Syariah.
Jakarta: Rajawali Pers
Ismail (2010). Perbankan Syariah. Jakarta : Prenada Media
Muhamad
(2014). Manajemen Dana Bank Syariah.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung