18 May 2022

SUBJEK PAJAK, PAJAK SUBJEKTIF, TAX AVOIDANCE, DAN PERHITUNGAN PPH PASAL 21




Subjek pajak merupakan orang atau badan yang dikenakan pajak oleh negara. Subjek pajak ini dibagi menjadi 4 kategori yaitu :

a.      Orang pribadi: Bagi seluruh WNI atau WNA yang tinggal di Indonesia maupun di luar negeri, namun memiliki pendapatan dari Indonesia maka mereka akan diberlakukan pajak orang pribadi.

b.        Badan: Bagi seluruh badan yang berdiri dan berkembang di Indonesia masuk ke dalam ketentuan subjek pajak badan, terkecuali untuk badan yang bersifat non-komersial dan juga yang mendapatkan biaya dari APBN/APBD.

c.    Warisan yang belum terbagi: Bagi seluruh pewaris yang akan membagi dan menurunkan warisannya, maka pewaris wajib mendaftarkan harta bendanya dan membayarkan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk subjek pajak dengan kategori warisan yang belum terbagi.

d.     Bentuk usaha tetap: Bagi seluruh kantor, gedung, pabrik, bengkel, gudang, dan lainnya yang didirikan oleh WNI maupun WNA yang bertempat tinggal di Indonesia, maka mereka akan dikenakan pajak bentuk usaha tetap.

Sedangkan pajak subjektif adalah pungutan pajak yang berasal dari Wajib Pajak (WP) orang pribadi. Dimana WP orang pribadi tersebut telah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) sebagai syarat administrasi untuk melaksanakan hak dan kewajiban pajaknya. Sedangkan untuk contoh dari pajak subjektif yaitu pajak penghasilan atau PPh. Yang mana pungutan PPh didasarkan pada penghasilan atau pemasukan yang diperoleh wajib pajak (WP) dalam satu periode tahun pajak. Pajak penghasilan (PPh) umumnya dikenakan kepada wajib pajak yang memperoleh tambahan nilai ekonomis dari penghasilannya. Secara umum, jenis PPh terbagi menjadi PPh pasal 21, PPh pasal 15, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23. Dimana setiap jenis PPh tersebut memiliki ketentuan dan tarif pajak yang berbeda-beda.


    Secara umum. tax avoidance adalah skema penghindaran pajak yang bertujuan mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan celah yang ada pada ketentuan perpajakan. Baik ketentuan perpajakan internasional maupun perpajakan dari negara bersangkutan. Sehingga tidak heran, jika tax avoidance dianggap sebagai aktivitas legal karena penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance), dengan karateristik memiliki tujuan yang baik, bukan untuk menghindari pajak, dan tidak melakukan transaksi palsu.

Contoh tax avoidance adalah sebagai berikut :

a.    Pinjaman ke bank yang nominalnya besar

Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan memasukkan bunga menjadi biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Wajib pajak meminjam ke bank dengan nominal yang besar sehingga bunga pinjaman semakin besar pula, bunga pinjaman ini dibebankan dalam laporan keuangan fiskal wajib pajak, tetapi pinjaman tersebut bukan untuk menambah modal wajib pajak sehingga penjualan tidak berkembang dan membuat keuntungan  tidak bertambah.

b.   Hibah

    Hibah yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU No.36 tahun 2008 mengatur bahwa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dikecualikan dari objek Pajak. Harta hibahan seperti tanah dan bangunan yang diberikan oleh kakek kepada cucunya merupakan objek pajak karena harta hibahan yang diterima bukan dalam garis keturunan lurus satu derajat. Wajib pajak seperti kakek tersebut mencari celah agar tidak dikenakan PPh dengan cara memberi harta hibahan ke Tn. A yang merupakan anak dari sang kakek, kemudian harta yang secara sah sudah menjadi milik Tn. A diberikan lagi ke Tn. B yang merupakan anak dari Tn. A (cucu sang kakek).



Tuan Rofiq adalah seorang karyawan PT.Anugrah Jaya , pada tanggal 1 Januari 2020 status kawin tanpa tanggungan. Pada tanggal 2 Januari 2020 Rofiq memiliki 2 orang anak. Berapakah besarnya PTKP Tuan Rofiq tahun 2020 ?

Jawaban :

PTKP Tuan Rofiq tahun 2020

WP Pribadi                                          Rp 54.000.000

Status Menikah                                   Rp   4.500.000

Tanggungan (2 x 4.500.000)               Rp   9.000.000

     Jumlah PTKP                              Rp 67.500.000


Tuan Jaya berstatus K/2. Mempunyai tanggungan seorang anak dan seorang adik kandung. Tuan Jaya bekerja pada PT “Maju“ . Tuan Jaya memperoleh gaji pokok (gapok) sebulan sebesar Rp 8.000.000,- Perusahaan memberi makan siang setiap karyawannya bila diuangkan sebulan sebesar Rp. 750.000,- . Perusahaan juga memberikan uang transpot sebulan sebesar Rp. 600.000,- .PT “Maju membayar iuran pensiun sebesar 3 % dari gapok dan Tuan Jaya membayar iuran pensiun 2 % dari gapok , istri Tuan Jaya tidak bekerja. Berapakah PPh Pasal 21 terutang Tuan Jaya sebulan ?

Jawaban :

Gaji Pokok                                                                  Rp 8.000.000

Tunjangan Makan                                                       Rp    750.000

Tunjangan Transport                                                   Rp    600.000

Iuran Pensiun (3% x Rp 8.000.000)                            Rp    240.000 +

     Penghasilan Bruto                                                Rp 9.590.000

 

Pengurangan :

Biaya jabatan (5% x Rp 9.590.000)    Rp 479.500

Iuran Pensiun (2% x Rp 8.000.000)    Rp 160.000 +

                                                                                    Rp    639.500 –

     Penghasilan Neto Sebulan                                   Rp 8.950.500

 Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 8.950.500)         Rp 107.406.000

PTKP :

WP Pribadi                                          Rp 54.000.000

Status Menikah                                   Rp   4.500.000

Tanggungan (2 x Rp 4.500.000)         Rp   9.000.000 +

                                                                                    Rp   67.500.000 -                                          

      Penghasilan Kena Pajak Setahun                     Rp   39.906.000

PPh Terutang :

5% x Rp 39.906.000   = Rp 1.995.300

 

PPh Pasal 21 sebulan (1.995.300/12 bulan)    = Rp 166.275    


No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung